Tampilkan postingan dengan label ilmu biokimia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu biokimia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Juli 2011

Peran Ahli Kimia dalam Ilmu Kedokteran Molekuler

Perkembangan ilmu kedokteran dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya memasuki kajian dalam tingkat molekuler.

Ilmu kedokteran molekuler dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari dasar molekuler berbagai penyakit. Berbagai kajian molekuler ilmu kedokteran diantaranya adalah Stem Cell, Rekayasa genetik dan salah satu diantarannya adalah Herbal. Herbal yang merupakan produk alami banyak dikaji mekanisme molekuler dalam mengobati penyakit. Sudah menjadi rahasia umum bahwa herbal indonesia dan herbal dari negara lain sudah terbukti mampu mengobati berbagai penyakit seperti diabetes, kanker, leukimia, thalassemia dll. Hanya saja mekanisme kerja senyawa aktif maupun crude ekstrak dari herbal tersebut dalam dunia kedokteran belum banyak diketahui. Publikasi internasional tentang mekanisme molekuler herbal yang berasal dari Indonesia belum sebanyak di negara lain. Itu yang menjadi alasan mengapa herbal Indonesia yang kalah bersaing di pasaran dibandingkan dengan herbal dari Cina misalnnya.

Dalam kedokteran molekuler para penelitinya yang sebagian besar berasal dari fakultas kedokteran memiliki keterbatasan dalam kemampuan menganalisis herbal. Pada umumnya para dosen di Fakultas Kedokteran beharap akan ada mahasiswa dengan latar belakang kimia atau farmasi yang mampu mengeksktrak crude maupun senyawa aktif berbagai herbal. Mereka akan membandingkan kinerja senyawa aktif dari produk alami dengan produk sintetik. Atau mengkombinasikan keduanya. Sebagai contoh adalah dalam pengobatan kanker. Ada kombinasi dengan senyawa turunan terpenoid yang merupakan produk alami dengan siRNA yang merupakan senyawa sintetik.

Untuk lebih jelasnya kita dapat mengkaji mekanisme molekuler penyakit kanker oleh herbal X misalnya. Herbal X yang mengandung senyawa aktif Y misalnya mampu menekan resiko kanker pada stadium tertentu melalui mekanisme A sedangkan siRNA mampu menekan melalui mekanisme Y sehingga penyebaran kanker akan lebih dapat dikurangi. Herbal pada umumnya mampu memicu sel kanker untuk membunuh dirinya sendiri yang dikenal dengan istilah Apoptosis. Jadi sering terjadi kesalahpahaman pada masyarakat umum bahwa herbal tertentu mampu mengobati berbagai penyakit kanker. Itu boleh jadi benar tapi pasti tidak tepat. Benar bukan berarti tepat. Contoh wortel baik untuk mata. Dengan asumsi kelinci yang makan wortel tidak pernah pakai kacamata, Itu benar tapi tidak tepat.

Begitu pula dengan herbal pengobat kanker. Senyawa aktif yang baik untuk kanker payudara belum tentu baik untuk kanker prostate misalnya. Mekanisme kerjanya berbeda. Dalam skala molekuler invitro dikenal dengan IC50 cell lines. Dalam mekanisme molekuler apoptosis sel kanker dikenal dengan mekanisme molekuler intrinsik dan mekanisme molekuler ekstrinsik atau kombinasi keduanya. Ini yang sekarang banyak dikaji apapun jenis kankernya. Lihat gambar dibawah


Gen P53 sesuai dengan namanya adalah gen yang proteinnya memiliki berat molekul 53 kilodalton. Gen p53 akan terpacu ekspresinya bila terjadi kerusakan DNA. Pada awaknya p53 akan menghambat replikasi sel sehingga sistem perbaikan DNA mempunyai peluang untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Namun apabila kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki, maka p53 akan memicu apoptosis. Jadi dalam hal ini apoptosis merupakan backup mechanisme sekiranya mutasi tak berhasil diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA. Pengaruh senyawa aktif dari herbal misalnya akan tampak pada salah satu atau keduanya pada level RNA dan protein. Tetapi perlu diingat untuk menuju gen p53 akan banyak tahap mekanisme yang perlu dikaji. Demikian kajian singkat tentang peran ahli kimia dalam kedokteran molekuler dengan kanker sebagai salah satu contohnya.Akhir kata semoga para ahli kimia apapun latar belakangnya apakah itu kimia analitik, kimia fisik, organik dan biokimia akan mampu berperan dalam kedokteran molekuler.

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/tips_dan_opini/peran-ahli-kimia-dalam-ilmu-kedokteran-molekuler/

Menghambat Kinerja Enzim Pembentuk Kolesterol

Para peneliti telah menentukan struktur dan mekanisme kerja sebuah enzim yang berperan penting dalam awal pembentukan kolesterol dan faktor keracunan bakteri staph. Bakteri staph merupakan kelompok bakteri yang berkoloni sehingga berbentuk menyerupai setangkai anggur.



Kimiawan dari University of Illinois dan kolaborator yang berasal dari Taiwan mempelajari tipe enzim yang terdapat pada manusia, tumbuhan, jamur, parasit, dan banyak jenis bakteri yang mengawali pembentukan triterpena –salah satu molekul kimia tertua dan paling melimpah di muka bumi. Triterpena merupakan prekursor pembentukan steroid seperti kolesterol.

“Enzim ini merupakan target obat yang penting,” jelas Professor Eric Oldfield, seorang professor kimia dari University of Illinois. “Menghambat aktivitas enzim ini dapat mengarahkan kita kepada penemuan obat penurun kolesterol, antibiotik yang dapat mengobati infeksi bakteri, dan obat yang dapat menyerang parasit yang menyebabkan penyakit tropis seperti wabah Chagas – suatu wabah yang menyebabkan terjadinya kematian mendadak di Amerika Latin.”

Untuk eksperimen ini, tim riset mengambil contoh enzim yang sesuai, dehydrosqualene synthase (CrtM)dari bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri staph merupakan jenis bakteri yang umum dapat menyebabkan infeksi, yang terkenal sulit untuk dibasmi. Mekanisme infeksi yang terjadi akibat jenis bakteri ini adalah terbentuknya selubung berwarna keemasan yang disebut staphyloxanthin yang melindungi bakteri tersebut dari sistem imun manusia. CrtM mengkatalisis reaksi awal pembentukan staphyloxanthin, maka dengan menghambat kinerja enzim ini akan membuat bakteri tersebut tidak memiliki selubung pelindung dan akhirnya menjadi rentan diserang oleh sel darah putih sebagai antibodi tubuh kita.

Para peneliti sebelumnya telah mengetahui bentuk CrtM dan produk akhir yang terbentuk, tetapi mereka belum mengetahui cara kerja enzim tersebut. Dengan memahami mekanisme kerja enzim tersebut akan memudahkan para peneliti untuk mendesain inhibitor yang lebih baik, dan bahkan dapat menyesuaikannya untuk target lain.

Tim berhasil mengkristalisasi enzim untuk dianalisis. Kemudian mereka mempelajari struktur kompleks enzim dengan cara X-ray crystallography menggunakan synchrotron yang berada di Advanced Photon Source at Argonne National Laboratory. Mereka menemukan bahwa CrtM menunjukkan reaksi dua tahap, melepaskan dua gugus difosfat dari substrat. Substrat berubah di antara dua sisi aktif dari enzim ketika reaksi berlangsung. Inhibitor yang paling efektif adalah yang dapat berikatan kuat dengan kedua sisi aktif dari enzim ini untuk menghambat kinerja enzim secara keseluruhan.

“Manusia telah mengembangkan cara untuk mengatasi penyakit seperti ini, namun belum pernah memiliki dasar struktural yang jelas,” kata Professor Oldfield, yang juga merupakan professor biofisika di institusi yang sama. “Tetapi sekarang, setelah kita dapat melihat bagaimana protein bekerja, kita telah berada pada posisi yang jauh lebih baik untuk merancang molekul yang dapat melawan infeksi bakteri dan wabah parasit secara lebih efektif, dan juga berpotensi untuk menurunkan kadar kolesterol.”

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/menghambat-kinerja-enzim-pembentuk-kolesterol/

Jumat, 29 Juli 2011

Menguak Rahasia Melelehnya DNA


Hamburan neutron hingga saat ini telah digunakan untuk menyelidiki struktur serat DNA (deoxyribonucleic acid/asam deoksiribonukleat) pada saat meleleh. Pelelehan DNA terjadi pada rentang suhu tertentu yang menyebabkan ikatan hidrogen antar-basa nitrogen pada untai nukleotida terputus atau terdenaturasi, yang menyebabkan kedua untai nukleotida terpisah.

Metode hamburan neutron memberikan informasi mengenai korelasi antar-pasangan basa nitrogen selama terjadinya denaturasi, yang tidak mungkin dideteksi dengan teknik lainnya. Metode ini digunakan untuk mengkarakterisasi ukuran dari daerah pada DNA yang terdenaturasi ketika terjadi perubahan temperatur, dan ukuran tersebut dapat dibandingkan dengan prediksi ukuran dari model teoritis.

Model Peyrard-Bishop-Dauxois (PBD) memprediksikan bahwa denaturasi DNA yang dipengaruhi suhu akan terjadi sepanjang persambungan kedua nukleotida dengan gerakan seperti “membuka resleting”. Eksperimen ini sangat mendukung kuat prediksi model tersebut hanya pada tahap pertama transisi, setelah molekul DNA dipanaskan. Ekpserimen ini hanya dapat mengukur hingga tahapan pertama transisi karena setelah tahap itu 50% untai DNA akan terdenaturasi, menjadi terkulai dan strukturnya tidak lagi stabil lagi –DNA telah terdenaturasi menjadi potongan-potongan nukleotida.

“Eksperimen ini merupakan verifikasi yang sangat penting terhadap validitas model maupun teori yang mendukung, maka hasil studi ini dapat digunakan secara terpercaya untuk memprediksi perilaku dan karakteristik DNA,” kata Andrew Wildes, seorang ilmuwan instrumentasi dari Institut Laue-Langevin (ILL). “Hasil studi ini dapat membantu untuk memahami proses biologi seperti transkripsi gen dan reproduksi sel, dan hal ini juga membuat kita selangkah di depan dalam aplikasi teknologi seperti menggunakan DNA sebagai penyepit berskala nano atau sebagai komponen komputer.”

“Telah banyak riset yang menghasilkan data yang baik – seperti kurva pelelehan yang baik – mengenai titik transisi, tetapi itu tidak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai contoh apakah 50% DNA yang meleleh adalah setengah molekul DNA yang seluruhnya terdenaturasi dan yang lainnya masih bergabung? Ataukah untai DNA sebagian terpisah? Hamburan neutron memberi kita informasi tentang struktur DNA pada saat proses pelelehan terjadi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam ini,” jelas Michel Peyrard, seorang professor fisika di Ecole Normale SupĂ©rieure de Lyon, dan merupakan salah satu penggagas model PBD. “Sama seperti aplikasinya pada perkembangan teknologi, studi ini juga dapat diaplikasikan pada perkembangan biologi, misalnya pada prediksi lokasi gen tertentu pada sekuens untai DNA.”

Eksperimen tentang DNA telah banyak dilakukan jauh sebelum studi ini. Pionir eksperimen DNA adalah Rosalind Franklin yang menunjukkan bahwa hamburan sinar-x pada suatu sampel DNA dapat memberi gambaran mengenai struktur DNA. Berdasarkan eksperimen tersebut, James Watson dan Francis Crick memperkenalkan model struktur DNA heliks berganda (double-helix) pada tahun 1953 yang sangat terkenal hingga saat ini. DNA merupakan molekul dinamis yang mengalami perubahan struktur yang cukup signifikan. Sebagai contoh, DNA di dalam inti sel terbungkus menjadi sebuah kromosom, yang merupakan kumpulan untai DNA dan protein histon hingga berbentuk menyerupai huruf ‘X’, tetapi ketika informasi genetik yang ada di dalamnya harus dipindai, maka DNA harus terurai dan untai DNA memisah untuk memungkinkan informasi genetik di dalamnya dapat terpindai dengan baik membentuk RNA (ribonucleic acid/asam ribonukleat).

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/menguak-rahasia-melelehnya-dna/

Sabtu, 09 April 2011

Obat Anti-Kanker dari Nanopartikel


Para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Brigham and Women’s Hospital menunjukkan bahwa mereka dapat mengantarkan obat kanker cisplatin jauh lebih efektif dan aman ke dalam sel tumor prostat dengan menggunakan enkapsulasi partikel yang hanya teraktivasi setelah mencapai sel target.

Dengan menggunakan partikel terbaru ini para ilmuwan berhasil menghilangkan sel tumor pada tikus percobaan dengan menggunakan hanya sepertiga dari jumlah cisplatin konvensional yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang sama. Hasil studi ini merupakan kabar baik karena dapat mengurangi efek samping dari cisplatin yang dapat merusak ginjal dan sistem syaraf. Studi mereka dipimpin oleh Professor Stephen Lippard dan telah diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.

Pada tahun 2008 para peneliti telah mengetahui bahwa nanopartikel memiliki aktivitas tertentu terhadap pertumbuhan sel kanker. Sekarang nanopartikel ini menunjukkan hasil yang positif terhadap hewan dan besar kemungkinan akan berdampak serupa terhadap manusia, namun hal ini masih terus dikaji lebih lanjut untuk dilakukan tes terhadap manusia.

Cisplatin atau cis-diamindikloroplatina(II) (CDDP) merupakan jenis senyawa kompleks berbasis logam platinum (Pt) yang biasa digunakan sebagai obat untuk berbagai macam kanker seperti sarkoma, karsinoma (seperti kanker paru-paru dan ovarium), limfoma, dan tumor sel. Cisplatin merupakan anggota pertama jenis obat anti-kanker yang kini juga termasuk di dalamnya carboplatin dan oxyplatin. Obat ini digunakan oleh para dokter untuk mengobati kanker sejak akhir tahun 1970-an karena sifatnya yang dapat mengikat-silang (cross-linking) DNA sel kanker yang memicu kematian sel tersebut. Meskipun obat anti-kanker ini memiliki efek samping seperti kerusakan ginjal dan mual-mual, setengah dari penderita kanker di seluruh dunia yang melakukan kemoterapi menggunakan obat berbasis platina ini.

Masalah lainnya dari penggunaan cisplatin ini adalah waktu hidupnya yang sangat singkat dalam pembuluh darah. Hanya sekitar 1% dari dosis yang diberikan kepada pasien yang mempu mencapai DNA sel target, dan lebih dari setengahnya terekskresi setelah 1 jam pengobatan.

Untuk memperpanjang waktu sirkulasi dari cisplatin, para peneliti memutuskan untuk membungkus cisplatin dengan senyawa yang bersifat hidrofobik (menolak air). Pertama mereka memodifikasi obat, yang sejatinya bersifat hidrofilik (suka air), dengan dua unit asam heksanoat – sebuah fragmen organik yang hidrofobik. Hal tersebut memungkinkan cisplatin dapat terenkapsulasi dan baru aktif ketika telah mencapai sel target.

Dengan menggunakan pendekatan ini, lebih banyak obat yang mencapai tumor. Para peneliti menemukan bahwa obat nanopartikel ini tersirkulasi di dalam aliran darah selama 24 jam, sekitar 5 kali lebih lama dibanding obat yang tidak terenkapsulasi nanopartikel. Mereka juga menemukan bahwa lebih sedikit cisplatin yang terakumulasi dalam ginjal dibandingkan dengan cisplatin konvensional. Untuk membantu nanopartikel mencapai target, para peneliti juga melapisinya dengan molekul yang dapat berikatan dengan PSMA (prostate specific membrane antigen), suatu protein yang banyak ditemukan pada sel tumor prostat.

Setelah menunjukkan peningkatan waktu hidup obat nanopartikel dalam darah, para peneliti menguji keefektifan obat dengan mengobati tikus percobaan yang telah terimplan oleh tumor prostat manusia. Mereka menemukan bahwa ukuran sel kanker berkurang selama 30 hari sama seperti obat konvensional, tetapi dengan dosis hanya 30% dari yang biasanya.

Model obat nanopartikel ini dapat diaplikasikan dengan mudah ke berbagai macam obat anti-kanker, dan bahkan lebih dari satu jenis obat dalam satu enkapsulasi nanopartikel. Obat ini juga dapat didesain untuk jenis kanker lain selain kanker prostat, misalnya kanker payudara dengan menyesuaikan sel target dengan reseptor nanopartikel. Pengujian klinis pada manusia masih membutuhkan beberapa tahapan percobaan pada hewan dan dalam tiga tahun mendatang penemuan ini diharapkan sudah dapat digunakan oleh manusia.

Ditulis oleh Abi Sofyan Ghifari
Sumber :

Massachusetts Institute of Technology. “Delivering a potent cancer drug with nanoparticles can lessen side effects.” ScienceDaily 12 January 2011. 27 January 2011 .

http://en.wikipedia.org/wiki/Cisplatin